
ilustrasi mata uang Dolar AS (pixabay)
Penulis: Krisafika Taraisya Subagio
TVRINews, Jakarta
Bursa saham di kawasan Asia dibuka menguat pada perdagangan Senin 9 Juni 2026, sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan. Pergerakan ini terjadi setelah data ketenagakerjaan AS yang dirilis akhir pekan lalu menunjukkan hasil di atas ekspektasi, memberikan sentimen positif jelang pembicaraan dagang penting antara AS dan China di London.
Mengutip Reuters, Wall Street mengakhiri perdagangan Jumat 6 Juni 2025 dengan lonjakan signifikan. Data ketenagakerjaan AS yang menunjukkan penambahan 139.000 lapangan kerja pada Mei, lebih tinggi dari perkiraan 130.000 meski lebih rendah dibanding bulan sebelumnya, memberikan harapan akan stabilitas ekonomi meski ada tekanan dari kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
Reaksi positif ini turut dirasakan oleh pasar Asia. Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,5 persen di awal perdagangan Senin. Sementara itu, indeks Hang Seng di Hong Kong melesat 1,3 persen dan menyentuh angka 24.000 poin, level tertinggi sejak Maret 2025. Bursa saham Jepang juga mencatatkan kenaikan, dengan indeks Nikkei naik 0,9 persen.
Di sisi lain, kekhawatiran sosial domestik di AS ikut membayangi sentimen. Ketegangan meningkat di Los Angeles setelah Presiden Trump memerintahkan pengerahan California National Guard guna meredam aksi protes terkait kebijakan imigrasi pemerintahannya.
Dolar Tertekan, Euro dan Yen Menguat
Di pasar valuta asing, dolar AS terpantau melemah terhadap sejumlah mata uang utama. Terhadap yen Jepang, dolar turun 0,3 persen ke posisi 144,39. Sementara itu, euro menguat 0,2 persen menjadi US$ 1,1422. Investor menanti arah baru dari pembicaraan dagang AS-China yang akan digelar dalam waktu dekat.
Pertemuan dagang antara kedua negara dijadwalkan berlangsung di London, dengan fokus utama pada isu perdagangan mineral langka, komoditas strategis yang produksinya dikuasai China. Delegasi AS akan dipimpin oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer. Dari pihak China, Wakil Perdana Menteri He Lifeng akan hadir dalam forum konsultasi ekonomi bilateral tersebut.
Pasar Waspadai Inflasi dan Gejolak Sosial
Analis dari Capital.com, Kyle Rodda, menyebut ketidakpastian terkait arah kebijakan perdagangan masih menjadi faktor utama yang membayangi pasar. Namun, adanya momentum dalam pembicaraan antara AS dan China berpotensi menjadi katalis positif di awal pekan.
Kepala Strategi Makro Asia di SMBC, Jeff Ng, menambahkan bahwa fokus pasar kini beralih ke data inflasi AS yang akan dirilis dalam waktu dekat. Angka ini dinilai krusial dalam membentuk ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve. Di sisi lain, protes sosial di AS juga menjadi faktor risiko yang perlu diperhatikan.
“Pasar saat ini berada dalam posisi yang rapuh, antara optimisme atas kemajuan dagang dan kekhawatiran terhadap situasi domestik di AS,” ujar Jeff.
Sementara itu, harga emas mengalami penurunan tipis 0,2 persen menjadi US$ 3.303,19 per ons, seiring menurunnya permintaan aset aman. Untuk komoditas energi, harga minyak mentah AS stagnan di kisaran US$ 64,56 per barel setelah naik dua hari berturut-turut.
Baca Juga: Kemendag Gelar Misi Dagang ke Jepang, Dorong Ekspor Produk Berkelanjutan
Editor: Redaktur TVRINews